Girl from Nowhere, Kritis dan Kelam


Banyak cara yang bisa dilakukan oleh setiap orang untuk mengkritisi berbagai aspek dalam kehidupan mereka. Terutama pada sistem pendidikan yang sepertinya memiliki konspirasi terselubung dan berbagai fakta mengerikan yang tak bisa didiamkan begitu saja, apalagi di Indonesia dan negara di Asia Tenggara lainnya. Itulah yang ingin diangkat pada serial eksklusif Netflix asal Thailand berjudul Girl from Nowhere, atau dikenal pula dengan Dek Mai di negara asalnya.

Girl from Nowhere ini mengusung format antologi, seperti halnya Black Mirror yang sudah lebih dahulu rilis. Akan tetapi, berbeda dengan Black Mirror yang benang merahnya terletak pada penggunaan teknologi yang tidak tepat guna, Girl from Nowhere ini membawa isu pendidikan di Thailand (dan orang Indonesia pun sepertinya bisa relate dengan materi yang dibawakan, karena masih berdekatan pula) dan dihubungkan pula dengan kehadiran karakter Nanno yang diperankan oleh Chicha Amatayakul.

Dikemas dalam 13 episode yang tayang perdana pada 2018 lalu, Girl from Nowhere ini berkisah tentang seorang siswi bernama Nanno. Di setiap episodenya, ia diceritakan selalu berpindah dari satu sekolah ke sekolah yang lain. Selain itu, ia selalu mampu mengungkap hal mengerikan dari setiap sekolah yang ia sambangi, mulai dari siswa hingga guru yang terlibat di dalamnya.


Jualan utama dari Girl from Nowhere ini sejatinya adalah isu pendidikan di Thailand yang benar-benar dikulik secara mendalam. Penonton akan melihat bagaimana instansi pendidikan mendewakan donasi dari para orang tua siswa dan menjadi sangat bias, bullying yang dibiarkan begitu saja, hingga guru yang memiliki hasrat seks berbahaya muridnya. Dan ya, semua itu baru disinggung ketika suasananya sudah sangat runyam dan memberikan dampak yang besar pada banyak pihak.

Dengan mengusung tema thriller, Girl from Nowhere juga mengusung aspek human nature yang tidak kalah dalam. Penonton juga akan diperlihatkan sisi manusia yang rela melakukan hal apapun demi menyelesaikan apa yang telah mereka mulai, walaupun yang dilakukannya tersebut sangatlah tidak bermoral. Aspek seperti ini sebenarnya sudah bisa dilihat di berbagai film dan beberapa episode bahkan memberikan kegilaan yang hampir setara dengan apa yang penulis saksikan di Saw, salah satu masterpiece dari James Wan dan Leigh Whannell.


Di balik itu semua, Nanno juga yang membuat bumbu thriller dalam Girl from Nowhere ini menjadi sangat terasa. Seperti yang telah disinggung di bagian awal, Nanno hanya diceritakan sebagai siswi baru di setiap sekolah yang ia datangi. Udah, itu aja, tidak lebih dan tidak kurang.

Setelah itu, Nanno ini memiliki peran yang beragam. Di satu episode, ia bisa saja melakukan apa yang diminta oleh orang lain dan menjadikan tindakan mereka sebagai evidence ke pihak yang berwenang. Di lain sisi, ia justru memberikan opini pada karakter utama di salah satu episode, yang berkesan ambigu dan membuat karakter lain menjadi berbahaya. Ya kan, human tends to do anything to satisfy the need, even at the cost of precious ones. 

Tidak hanya itu, tawa jahatnya yang ikonik di sini membuatnya nampak seperti iblis yang bahagia melihat manusia jatuh di satu lubang dan tak bisa kembali seperti dulu. Dikuatkan pula dengan fakta bahwa setiap karakter tidak bisa berkutik melawan Nanno, karena Nanno adalah kunci dari segalanya. Dari sini bisa dilihat bagaimana Nanno sangat berkuasa atas para karakter di seri ini, menjadikannya seperti sesosok iblis.

Akan tetapi, ada pula satu episode di mana dia terasa seperti manusia biasa yang melakukan apa yang ia sukai. Bisa saja ia memiliki perasaan yang mendalam pada sesuatu. Kehadiran aspek seperti inilah yang membuat Nanno bisa disukai, bahkan dicintai oleh para penikmat dari Girl from Nowhere ini.


Sebagai tontonan yang dikemas dalam format antologi, Girl from Nowhere ini digarap oleh berbagai sutradara dengan ensemble cast yang berbeda pula di setiap episodenya. Selain itu, persamaannya hanyalah terlihat pada kehadiran Chicha Amatayakul sebagai Nanno. Dengan berbagai macam tema dan visi yang diusung oleh sineas di setiap episodenya, seri asal Thailand ini selalu mampu menawarkan hal yang baru.

Sebagian besar episode dalam seri ini dibawakan dengan durasi di bawah 60 menit. Akan tetapi, ada dua cerita yang dibawakan dalam dua episode berurutan, seperti pada episode Wonderwall dan BFF yang scope-nya jauh lebih besar dibandingkan 9 episode lainnya. Variasi seperti ini sesungguhnya memberikan warna tersendiri pada Girl from Nowhere.

Bisa dibilang, Girl from Nowhere menawarkan cerita yang membuka pikiran para penontonnya. Namun bila dikulik lebih dalam, tetap saja ada pengemasannya yang tergolong sangat absurd sehingga bisa mendorong orang untuk malas untuk lanjut menonton seri ini hingga habis, seperti yang penulis temui kala menonton Social Love yang kelewat aneh.

Karena keunikan ini, pengalaman menonton Girl from Nowhere akan bervariasi bagi setiap penontonnya dengan kehadiran starting point yang bisa dipilih sesuka hati. Kamu tidak perlu memulai seri dengan menonton episode pertama, atau takut ketinggalan plot penting jika melewatkan episode sekian. Akan tetapi, ada pengecualian pada episode 6-7 dan 12-13 yang memang harus ditonton berurutan karena memiliki cerita yang berkesinambungan.

Sebagai penutup, Girl from Nowhere adalah serial Netflix asal Thailand yang wajib ditonton bila hiburan Barat sudah membosankan menurutmu. Dengan isu pendidikan yang diangkat serta kehadiran Chicha Amatayakul dengan karakter Nanno-nya yang unik, semoga seri bisa menjadi tontonan yang menyenangkan dan bisa membuka matamu terhadap pendidikan yang masih perlu dibenahi dari berbagai aspek.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Menjadi 'Kritikus' Film Terkenal di Platform Digital dalam Waktu Singkat

Curahan Hati dari Saya untuk Dunia Kritik Film di Indonesia