Curahan Hati dari Saya untuk Dunia Kritik Film di Indonesia

Ya, mungkin ini adalah artikel pertama yang saya buat atas keresahan saya. Apa yang saya resahkan? Seperti yang kalian lihat pada judulnya, saya akan mengungkapkan beberapa curahan hati saya mengenai dunia kritik film di Indonesia, yang baru saya susupi dalam waktu kurang lebih satu setengah tahun ini.

Sebenarnya, saya ingin sekali untuk mengungkapkan curahan saya ini sejak beberapa bulan yang lalu. Keresahan saya ini sebenarnya telah muncul sejak beberapa bulan setelah saya mulai aktif menulis ulasan film. Akan tetapi, keresahan saya belum terlalu berdampak bagi saya saat itu, sampai pada akhirnya seketika iklim dunia kritik film di Indonesia mulai memanas, ketika ada salah satu 'kritikus film' akan dilaporkan karena mengkritik film terlalu pedas, yang membuat saya berani untuk menumpahkan keresahan saya disini.

Namun sebelum itu, saya akan ceritakan sedikit bagaimana saya bisa 'kecemplung' di dunia kritik film melalui media sosial di Indonesia.

Mulai Menonton Bioskop dan Tertarik dengan Film Indonesia


Mulai tahun 2007, saya pertama kali menonton di bioskop, dan itu saya nonton Spider-Man 3, yang dulu 'oke' menurut saya. Dan setelah itu, saya mulai sering nontonin film-film yang saya beli di toko-toko DVD, atau ngerental di tempat rental DVD, karena dulu sisa uang jajan saya belum bisa dipake buat nonton di bioskop.

Mulai 2014, ada The Raid 2: Berandal, salah satu film action lokal yang dulu hype nya tinggi banget, dan saya pun juga kemakan hype tersebut. Dan seketika, saya meminta kedua orang tua saya untuk menonton The Raid 2 tersebut di bioskop, untuk mengurangi penat jam tambahan dan bimbel UN yang melelahkan sekali. Dan ternyata, saya kagum dengan aksi-aksi yang ditampilkan di The Raid 2 ini, yang sekaligus jadi standar saya dalam mengukur film action lokal. Dua bulan kemudian, saya mulai coba nonton bioskop sendiri, tanpa orang tua, atau teman lain, untuk mengetahui rasanya menonton sendiri di tengah kerumunan penonton. Film yang saya tonton itu adalah Marmut Merah Jambu dari Raditya Dika, yang menurut saya cukup 'fun' lah di masa itu, dan berhasil melepaskan penat saya di tengah bimbingan SBMPTN yang super memusingkan hahaha. 

Dan sejak 2014 inilah, saya yakin bahwa film-film Indonesia tetap mampu membuat penonton puas, setelah dulu sempat masuk ke jurang 'horror esek-esek' yang membuat geger berbagai lapisan masyarakat. Di tahun yang sama, saya melewatkan satu film bioskop yang akhirnya jadi salah satu all-time favorite film, yaitu Killers dari Mo Brothers, yang membuat saya berpikir bahwa filmmaker Indonesia selalu bisa menelurkan film-film yang brilian, termasuk yang 'gila in a good way' seperti itu, namun sayang saya baru bisa menikmatinya ketika Killers mulai beredar di 'lapak' setahun kemudian. Mulai saat itu, saya berusaha untuk menonton film-film Indonesia di bioskop ataupun platform yang legal.

Terpapar Kritik Film


Pada tahun 2017, saya mulai iseng-iseng mencari ulasan beberapa film melalui mesin pencarian, baik yang akan maupun sudah saya tonton. Dan secara tidak sengaja, saya menemukan beberapa blog, seperti Raditherapy dari Rangga Adhitia dengan tulisannya yang singkat dan kritis, dan My Dirt Sheet dari Arya Pratama Putra dengan narasi yang menarik dan in depth analisis film yang terbilang bagus. Selain itu, karena saya juga sering mengakses YouTube untuk memenuhi berbagai hal, saya menemukan Cine Crib, salah satu channel YouTube yang mendedikasikan dirinya untuk memberikan ulasan-ulasan film, terutama film Indonesia, dan dari berbagai video yang mereka unggah, mereka akhirnya mendapatkan subscriber berjumlah 100 ribu an, yang sepertinya merupakan channel ulasan film Indonesia yang paling banyak di-subscribe saat ini. Selain itu, ada juga akun Watchmen ID di Twitter, yang sebagian berisikan tweet mengenai perfilman, baik di Indonesia maupun di dunia. Karena empat hal inilah, saya mulai tertarik untuk membuat ulasan film sendiri.

Mulai Membuat Ulasan Film, dan Menjadi 'Kritikus' Film

Tahun 2018, mulailah bertebaran film-film yang menarik, termasuk dari Indonesia. Pada tahun ini pula, saya mulai memberanikan diri untuk menonton film horror, yang dulu benar-benar saya hindari. Iya benar, dulu saya selemah itu hahahaha. Setelah itu, saya mulai senang untuk menonton film horror, terutama yang dari Indonesia, sesimpel karena saya bisa relate dengan hantu-hantunya. Dan ketika itu, saya mulai membuat ulasan film sederhana melalui fitur Instagram Story, dengan pros cons dan score layaknya kritikus film kebanyakan, yang berdasarkan hal-hal yang saya dapat ketika menonton film tersebut.

Setelah saya merasa bahwa menulis ulasan film di Instagram Story tersebut sangatlah terbatas, akhirnya saya mulai membuat blog ulasan film saya sendiri, yaitu Demuvi Review. Sejak saat itu, saya mulai menulis ulasan film-film yang sudah saya tonton, utamanya yang saya tonton di bioskop dan platform yang legal, dan alhamdulilah masih berjalan sampai sekarang. Sempat terpikirkan untuk membuat ulasan film juga dengan format video, melalui channel YouTube Demuvi Review, yang saat ini belum aktif kembali karena kesulitan di sana-sini.

Karena saya sudah meng-establish ulasan film sendiri, saya mulai aktif menonton film, dan pelan-pelan mulai mengasah ketajaman analisis saya terhadap berbagai film yang saya tonton. Seiring waktu berjalan, orang-orang (termasuk pasangan saya) mulai mengatakan bahwa saya sudah menjadi 'kritikus', bukan 'penikmat' lagi, karena kebiasaan saya yang selalu mengkritisi film-film yang saya tonton. Walaupun begitu, saya sendiri jujur berusaha untuk menjadi bukan 'kritikus' maupun 'penikmat' film, supaya lebih bisa menikmati film-film yang saya tonton, tanpa harus mengaburkan analisis mengenai film-film yang telah saya tonton.

Sekilas Dunia Kritik Film di Indonesia

Saat ini, hadir berbagai akun-akun di media sosial yang membahas berbagai hal mengenai film, terutama di Indonesia. Konten-konten yang dihadirkan oleh akun-akun film ini umumnya berbentuk berita dan ulasan film-film. Akun-akun film ini umumnya muncul di Instagram, dengan berbagai tampilan yang unik dan menarik, yang tentu saja akan memikat para pengguna Instagram. Di YouTube pun juga sama, mulai hadir banyak channel yang khusus membahas ulasan film-film, tentu saja dengan berbagai format yang mereka usung, baik vlog dan ulasan yang diisi dengan gambar atau video yang relate dengan film yang diulas. Di dunia podcast pun juga sama, mulai hadir berbagai podcast yang khusus membahas hal-hal mengenai film, seperti Show Box dari Box2Box dan Podstalgia. Saya pun juga akhirnya melakukan hal-hal yang sama seperti mereka, dengan membuat akun Instagram Demuvi Review, sebagai media untuk memberitahukan pada internet bahwa saya sudah mengeluarkan ulasan mengenai film tertentu di blog saya, yang kemudian dapat diarahkan ke blog saya tersebut.

Konten-konten ulasan film yang ditawarkan oleh akun-akun film yang bermunculan di media sosial dan platform streaming ini umumnya menawarkan format-format yang berbeda, dengan ulasan-ulasan yang didasarkan atas apa yang mereka lihat dan rasakan ketika menonton film yang diulas tersebut. Dengan berbagai sudut pandang tersebut, akun-akun ini sebenarnya bisa memberikan insight bagi calon penonton atau yang sudah menonton film tersebut, sekaligus membuka ruang diskusi bagi siapapun, termasuk sang filmmaker.

Walaupun begitu, sayang sekali, ulasan-ulasan film dari berbagai akun film kurang diperhatikan oleh pengguna internet, karena menurut saya sebagian besar pengguna internet hanya memperhatikan score yang diberikan pada film yang diulas oleh akun-akun ini, mengabaikan analisis yang sudah susah payah dibangun, terutama untuk akun-akun yang tergolong baru, termasuk saya hahaha.

Dan ada satu hal lagi yang mengganggu bagi saya, yaitu kehadiran akun-akun film dengan follower atau subscriber besar. Akun-akun seperti ini umumnya memiliki pengikut setia, yang seakan kehadiran mereka didewakan, dimana segala ulasan yang mereka lakukan dijadikan patokan untuk menonton film-film. Problem dari akun-akun ini, yang saya rasakan sebagai pengulas film yang sama seperti mereka, ya karena beberapa kali mereka memberikan ulasan-ulasan dengan analisis yang terasa minim, namun yang mereka lakukan justru semacam nitpicking, dan saya merasa mereka terlalu menjatuhkan, bahkan menginjak-injak film tersebut, tanpa concern ke filmmaker nya. Atau kalau ada film yang bagus, mereka tinggi-tinggikan setinggi awan di atas sana, yang bisa saja berakhir dengan penonton yang takjub dengan filmnya, atau penonton dengan judgment yang jauh melenceng ketimbang ulasan dari akun-akun film tersebut. Karena ulasan yang didewakan inilah, seringkali akun-akun film lain yang tidak sependapat justru di-diss dengan argumen yang 'kOk ReViEw NyA nGgA sAmA kAyA LaLaLa sIiIiIihHhHh, NgGa KrEdIbEl DeH'

Nitpicking yang berlebihan namun minim analisis ini tentu saja membuat akun film tersebut menarik, dan itulah yang sepertinya disenangi oleh para pengguna internet. Mereka senang ketika film yang 'jelek' diinjak-injak oleh para pengulas, yang kemudian menguntungkan, karena memberikan mereka engagement maupun cuan-cuan bagi pengulas film tersebut, tanpa berpikir bahwa filmmaker terlihat susah payah dalam membangun film-film yang diinjak-injak tersebut. Akun-akun film seperti ini justru mengaburkan akun-akun film lain yang berusaha untuk memberikan in-depth analysis. Akun-akun film yang nitpicking ini juga seringkali berhadapan dengan orang-orang yang memang berkecimpung di dunia film, dan pernah hampir berujung masuk ke ranah hukum. Walaupun dua pihak yang berselisih ini semuanya salah, namun hal tersebut menurut saya berpotensi untuk membuat iklim kritik film di Indonesia menjadi kurang kondusif.

Ya begitulah curahan hati saya mengenai dunia kritik film di Indonesia, yang dulu sempat memburuk namun sepertinya membaik kembali. Dan ada beberapa pesan-pesan saya untuk penonton film di Indonesia dan pengulas filmnya.

Pesan untuk Penonton Film di Indonesia

HEI KALIAN SEMUA, KALIAN BOLEH KOK NIKMATIN BERBAGAI ULASAN FILM DI LUAR SANA. INGATLAH SATU HAL, ULASAN ITU BISA OBJEKTIF, TAPI BISA JUGA SUBJEKTIF. JANGAN CUMAN LIHAT ULASAN FILM DARI SATU SUMBER AJA, LIHAT JUGA SUMBER LAIN. ULASAN ITU BUAT PEMBANDING AJA, BUKAN ACUAN UTAMA BUAT NONTON. KALO NGGA MAU NONTON, YAUDAH DIEM AJA, GAUSAH IKUT-IKUTAN JULID.

Pesan untuk Pengulas Film di Indonesia

PARA PENGULAS FILM, AYO TETAP SEMANGAT BUAT NGULAS FILM. ULASAN KALIAN ITU BERARTI, TERUTAMA BUAT FILMMAKER. YANG PENTING, GEDEIN ANALISISNYA, JANGAN YANG BAGUS-BAGUS DOANG, ATAU JELEKNYA DOANG, ITU YANG BISA BIKIN PENILAIAN KALIAN BIAS DI MATA ORANG LAIN. KALO MAU KEJAR ENGAGEMENT DARI PENGGUNA INTERNET, MENDING JANGAN NGULAS FILM DEH, MENDING BIKIN ACARA GOSIP AE, YANG UDAH PASTI BAKAL BIKIN ENGAGEMENT KE KALIAN LEBIH RAME.

Comments

Popular posts from this blog

Girl from Nowhere, Kritis dan Kelam

Cara Menjadi 'Kritikus' Film Terkenal di Platform Digital dalam Waktu Singkat